Guideline Klinis Hematuria oleh American College of Physicians (ACP)
Artikel ini sudah dibaca 6344 kali!
dr. Johny Bayu Fitantra
Artikel Asli: Nielsen M, Qaseem A. Hematuria as a Marker of Occult Urinary Tract Cancer: Advice for High-Value Care From the American College of Physicians. Ann Intern Med. Published online 26 January 2016 doi:10.7326/M15-1496
Hematuria adalah kondisi adanya hemoglobin atau sel darah merah dalam urine. Kasus hematuria umum ditemui pada kasus rawat jalan. Meski belum ada rekomendasi untuk skrining hematuria, banyak pasien yang mendapatkan pemeriksaan dipstik urine dan pemeriksaan mikroskopik sebagai suatu pemeriksaan yang rutin. Adanya darah dalam urin dapat menjadi hasil yang umum ditemukan tetapi dapat juga menjadi tanda adanya kanker yang masih samar.
Terkadang, hematuria tampak jelas dengan terlihatnya darah pada urine (gross hematuria). Hematuria yang disertai gejala nyeri pada daerah pinggang atau kolik renal merupakan pertanda khas adanya penyakit batu ginjal. Sementara itu, hematuria yang berkaitan dengan kanker umumnya tidak disertai nyeri.
Pasien yang dalam kondisi sehat, tanpa ada gejala, tidak direkomendasikan untuk mendapatkan pemeriksaan urinalisis yang bertujuan untuk mendeteksi adanya kanker. Akan tetapi, pada kejadian gross hematuria, terdapat perbedaan panduan dari berbagai organisasi urologi dunia seperti American Urological Association (AUA), Canadian Urological Association (CUA), British Association of Urological Surgeons (BAUS). Berikut adalah tabel rekomendasi untuk evaluasi awal pasien dengan risiko menengah dengan asymptomatic microscopic hematuria (AMH).
Sebagian besar guideline menggunakan batas setidaknya 3 eritrosit per lapang pandang besar pada pemeriksaan mikroskopik. Juga, diperlukan konfirmasi pemeriksaan mikroskopik pada 2 atau 3 spesimen kecuali pada AUA yang mana evaluasi dapat langsung dilakukan cukup berdasarkan pemeriksaan tunggal yang menunjukan hasil positif. Berbeda dengan yang lainnya, BAUS merekomendasikan evaluasi pada pasien yang ditemukan setidaknya +1 heme pada pemeriksaan dipstik. Perbedaan rekomendasi juga terdapat pada batas bawah usia pasien yang bervariasi dari usia ≥35 hingga ≥50 tahun.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan faktor risiko kanker saluran kemih, yaitu:
- Jenis kelamin laki-laki
- Usia lebih dari 50 tahun
- Riwayat merokok (termasuk yang sudah berhenti merokok)
- Eksposure terhadap zat kimia atau pewarna (polycyclic aromatic hydrocarbons atau aromatic amines)
- Polycyclic aromatic hydrocarbons : Mereka yang berkontak dengan cerobong asap; perawat; pelayan; pekerja ditambang aluminium, kapal atau perminyakan
- Aromatic amines : tembakau, pewarna, karet, pengrajin kulit, hairdresser, dan percetakan.
- Penyalahgunaan analgesik
- Riwayat gross hematuria
- Riwayat penyakit atau kelainan di bidang urologi
- Riwayat gejala iritatif berkemih seperti urgensi dan frekuensi
- Riwayat radiasi pelvis
- Riwayat infeksi saluran kemih kronik
- Riwayat paparan agen karsinogenik atau kemoterapi seperti alkylating agents terutama siklofosfamide
- Riwayat adanya benda asing yang kronis
Mempertimbangkan usia sebagai risiko kanker, UK National Institute for Health and Clinical Excellence merekomendasikan evaluasi kemungkinan adanya kanker pada pasien berusia lebih dari 60 tahun dengan hematuria yang tidak terlihat serta tidak jelas penyebabnya.
Untuk pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan urine yang digunakan yang masih segar, ditampung secara bersih serta urin pancaran tengah (biarkan urine awal keluar, kemudian tampung urine yang keluar di tengah-tengah waktu berkemih, kemudian selesaikan penampungan urine sebelum urine dikeluarkan semua).
Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan sistoskopi serta pencitraan (CT urography atau renal ultrasonography). AUA memilih CT urography sebagai modalitas pencitraan pada semua pasien berusia 35 tahun dengan setidaknya 3 eritrosit per lapang pandang besar serta tidak ada kontraindikasi penggunaan kontras intravena. Sementara itu, BAUS tidak memiliki metode pencitraan yang spesifik. Guideline dari CUA dan Jerman merekomendasikan USG sebagai metode pencitraan lini pertama. Pada kasus dengan risiko yang lebih tinggi atau didapatkan hasil yang belum jelas pada pemeriksaan lini pertama, barulah digunakan pemeriksaan CT urography. Hal tersebut mempertimbangkan faktor paparan radiasi dan biaya sehingga penggunaan CT urography dilakukan secara lebih selektif.
Guideline dari AUA juga menyebutkan bahwa penggunaan antiplatelet atau terapi antikoagulan tidak dapat dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya hematuria. Juga, evaluasi rutin sitologi urin tidak lagi direkomendasikan. Beberapa penanda urine untuk deteksi kanker kandung kemih seperti NMP22, BladderChek, BTA stat, ImmunoCyt, atau UroVysion fluorescence in situ hybridization tidak direkomendasikan pada pasien dengan AMH karena dapat memberikan hasil positif palsu pada 12-26% pasien tanpa kanker kandung kemih.
Pada pemeriksaan sistoskopi transuretra, harms yang dapat terjadi antara lain adalah kecemasan serta rasa tidak nyaman. Meskipun jarang, komplikasi sistoskopi dapat terjadi seperti infeksi saluran kemih, sepsis dan striktur uretra.
Pada pemeriksaan CT urography, komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah nefropati akibat kontras intravena serta hipersensitivitas terhadap kontras. Nefropati akibat kontras dapat terjadi pada 2% pada populasi umum serta 20% pada pasien risiko tinggi dengan gagal jantung kongestif, diabetes, atau penyakit ginjal kronis. Selain itu, tentu efek dari radiasi itu sendiri dapat menjadi faktor risiko kanker sesuai dengan besarnya paparan.
Pertimbangan lain dari segala prosedur yang diperlukan sebagai upaya evaluasi hematuria adalah biaya.
Evaluasi Hematuria dalam Praktek Keseharian
Pasien tanpa gejala tidak direkomendasikan untuk dilakukan skrining untuk deteksi kanker. Pada pasien yang sudah dilakukan urinalisis dengan hasil positif heme, perlu dilakukan konfirmasi mikroskopik eritrosit di dalam urine. Meskipun pada berbagai laboratorium terdapat perbedaan batas normal, ditemukan sekurangnya 3 eritrosit per lapang pandang besar merupakan dasar pertimbangan untuk dilakukan berbagai rekomendasi sesuai tabel di atas. Jika terdapat faktor lain seperti menstruasi, infeksi virus, olahraga berat, atau penyebab ringan lainnya yang dicurigai menjadi faktor terjadinya hematuria, evaluasi dapat diulangi sesudah kondisi tersebut dieksklusi. Jika berdasarkan gejala dan urinalisis dicurigai terdapat infeksi, perlu dilakukan kultur urine. Apabila ternyata terbukti terdapat infeksi, evaluasi disarankan untuk diulang kembali setelah pengobatan infeksi untuk memastikan perbaikan hematuria.
Karena adanya kemungkinan hematuria intermitten yang terjadi secara alami, direkomendasikan untuk melakukan analisis hingga 3 kali. Namun, perlu dipertimbangkan pula kondisi klinis pasien serta adanya faktor risiko kanker.
Meskipun gross hematuria dapat menjadi suatu tanda bahaya, seringkali hematuria tersebut bersifat self limited atau mereda dengan sendirinya. Oleh karena itu, evaluasi terhadap hematuria ini harus dilakukan secara teliti dan hati-hati supaya tidak terjadi pemeriksaan yang berlebihan atau sebaliknya tidak adekuat.