Penanganan Kegawatdaruratan Jantung: Bradikardia

Artikel ini sudah dibaca 17783 kali!

dr. Johny Bayu Fitantra

Bradikardi merupakan kondisi saat denyut jantung kurang dari 60 kali permenit. Orang normal pada umumnya memiliki kecepatan denyut jantung antara 60-100 kali permenit. Namun, pada orang-orang yang jantungnya terlatih, seperti atlet, denyut jantungnya dapat kurang dari 60 kali permenit. Jika jantung kurang terlatih seperti pada mereka yang jarang berolahraga atau beraktifitas fisik, denyut jantung cenderung lebih cepat. Hal tersebut berkaitan dengan curah jantung yang lebih tinggi tiap kali jantung memompa pada mereka yang jantungnya terlatih dibandingkan yang tidak.

Meskipun batasan bradikardia adalah 60 kali permenit, tetapi umumnya tanda dan gejala akan dapat timbul apabila denyut jantung kurang dari 50 kali permenit. Pasien dapat menunjukan gejala sesak napas, nyeri dada, pusing, penurunan kesadaran, lemah, maupun pingsan. Pada pemeriksaan bisa didapatkan kondisi hipotensi, syok, edema paru serta akral dingin dengan penurunan produksi urin.

Dalam situasi gawat darurat, selalu nilai kesesuaian denyut jantung dengan kondisi klinis. Apabila pasien tidak menunjukan gejala dan tanda yang berarti, pasien cukup dimonitor dan diobservasi. Namun, jangan lupa untuk tetap melakukan penilaian ABC. Pastikan jalan napas paten dan tidak ada gangguan dalam bernapas. Jika terdapat hipoksemia, ditandai dengan penurunan saturasi atau pasien mengalami gangguan pola napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan. Selanjutnya lakukan penilaian tekanan darah serta identifikasi irama. Siapkan juga akses intravena serta pemeriksaan EKG 12 sadapan. Pemeriksaan EKG tidak boleh membuat penundaan terapi bradikardi.

Hal yang harus segera dipastikan apabila menjumpai pasien dengan denyut nadi kurang dari atau sama dengan 50 kali permenit adalah apakah bradikardia tersebut menyebabkan hipotensi, penurunan kesadaran, tanda-tanda syok, nyeri dada iskemia atau gagal jantung akut? Jika tidak, pasien cukup dimonitor dan diobservasi. Jika iya, pasien perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Atropin menjadi pilihan utama pada pasien bradikardi kecuali pada kasus AV blok derajat 2 tipe 2 atau AV blok total. Pada kedua kasus tersebut, yang perlu segera dilakukan adalah pemasangan pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung transvena.

Atropin diberikan secara intravena dengan dosis 0.5 mg bolus. Jika belum didapatkan denyut jantung target, pemberian atropin dapat diulang setiap 3-5 menit hingga 6 kali. Total dosis atropin maksimal adalah 3 mg.

Apabila ternyata dengan pemberian atropin dosis maksimal target denyut jantung belum tercapai, dapat dipilih salah satu dari 3 terapi yaitu pacu jantung transkutan, dopamin drip atau epinefrin drip. Sebelum dilakukan pemasangan pacu jantung, pasien disedasi. Pacu jantung transkutan dilakukan dengan menggunakan alat defibrilator Hanya saja pedal defibrilator diganti dengan patch untuk pacu jantung. Masing-masing patch diletakan di posisi sternum dan apeks (lokasi yang serupa dengan defibrilasi). Kemudian, mode yang digunakan adalah mode pacemaker. Kita dapat menentukan pilihan denyut jantung apakah selalu tetap, fixed, (alat akan memacu jantung dengan frekuensi yang tetap sebagaimana yang kita pilih) atau sesuai kebutuhan, demand, (alat akan memacu jantung dengan frekuensi yang berubah-ubah sesuai dengan denyut jantung pasien sehingga total denyut jantung dalam satu menit sama dengan pilihan yang kita pilih). Namun, yang direkomendasikan adalah mode demand sehingga denyut jantung akan tetap dalam kisaran yang kita harapkan, misalnya 60-80 kali permenit.

Pengaturan lain yang perlu kita atur adalah kuat arus. Target pemilihan kuat arus adalah untuk memastikan terjadi capture dari pacu jantung. Maksudnya adalah setiap kali alat memacu jantung selalu diikuti dengan QRS. Hal ini dapat kita pantai pada gambaran EKG. Ada dua metode yang bisa kita terapkan dalam memilih kuat arus. Yang pertama adalah memilih dari kuat arus paling rendah, kemudian dinaikan hingga terjadi capture.  Kemudian, tambahkan sekitar 5 mA dari kuat arus terendah yang sudah capture. Diharapkan irama tetap capture meski pasien bergerak-gerak. Metode kedua adalah langsung menggunakan kuat arus yang tinggi (yang mana sudah terjadi capture), kemudian diturunkan hingga tidak lagi capture. Selanjutnya, kuat arus yang dipilih adalah kuat arus terakhir yang masih capture.

50_electronic_pacemaker_spikes

Selain pacu jantung transkutan, kita dapat memilih menggunakan obat (kecuali pada AV blok derajat 2 tipe 2 atau AV blok total yang mana pilihannya adalah pacu jantung) yaitu dopamin atau epinefrin. Dopamin diberikan secara drip intravena. Dosis dopamin pada bradikardia lebih rendah apabila tidak disertai dengan kasus hipotensi dan syok yaitu 2-10 mcg/kgBB/menit. Sementara pada kasus hipotensi dan syok dosis dopamin adalah 2-20 mcg/kgBB/menit. Hal tersebut dikarenakan pada dosis >10 mcg/kgBB/menit dopamin menyebabkan vasokonstriksi. Apabila terjadi bradikardi disertai dengan tekanan darah yang rendah, dopamin dengan dosis yang dapat menyebabkan vasokonstriksi tetap baik diberikan.

Sementara itu, epinefrin drip intravena dosisnya adalah 2-10 mcg/menit (tidak menggunakan kgBB). Selanjutnya, dilakukan pengawasan perkembangan pasien serta konsultasi pada ahli. Perlu dinilai juga akan kemungkinan pasien memerlukan pacu jantung transvena.

Daftar Pustaka

Putranto BH, Kosasih A. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut : Bradikardia. Ed 2015. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular; 2015. P. 41-3.

Medicinesia

Sebuah website yang didedikasikan untuk mahasiswa kedokteran maupun ilmu kesehatannya lainnya di Indonesia.