Antenatal Care (ANC): Konseling Prekonsepsi, Pentingnya Persiapan Kehamilan

Disusun oleh Johny Bayu Fitantra, S.Ked

Prenatal care atau asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) saat ini sudah mulai digalakan di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pentingnya memantau kondisi kehamilan membuat program ini berkembang dengan cukup baik. Tujuan dari pelaksanaan program ini adalah memastikan ibu dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.

Sebenarnya, prenatal care tidak hanya dilakukan untuk memantau kondisi kehamilan semata. Sebelum kehamilan itu terjadi, prenatal care sudah mulai diterapkan dengan adanya asuhan prekonsepsi (preconceptional care) pada saat merencanakan kehamilan. Secara menyeluruh, program ini dilanjutkan dengan penegakan diagnosis kehamilan yang tepat, evaluasi awal prenatal dan melakukan follow up atau pemantauan melalui kunjungan prenatal.

Tujuan dari pelaksanaan preconceptional care antara lain adalah untuk meningkatkan pengetahuan, memperbaiki perilaku dan kebiasaan baik dari pihak suami maupun istri terkait dengan kesehatan prekonsepsi. Juga, untuk memastikan bahwa seorang wanita berada dalam kondisi kesehatan yang optimal untuk menjalani masa kehamilan. Apabila sebelumnya pernah terjadi suatu komplikasi kehamilan, diharapkan dengan adanya asuhan prekonsepsi ini, kemungkinan terjadinya komplikasi tersebut dapat diminimalisir.

Konseling Prekonsepsi

Salah satu yang dapat dilakukan pada masa perencanaan kehamilan adalah konseling prekonsepsi. Manfaat dari konseling ini antara lain adalah mencegah terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Sebelum konsepsi, konseling akan potensi resiko pada kehamilan dan strategi pencegahannya sebaiknya dilakukan. Hal ini dikarenakan kebanyakan wanita baru menyadari bahwa dirinya hamil sekitar 1-2 minggu setelah melewatkan satu masa haid (tentunya usia kehamilan sudah lebih dari itu). Padahal, pada masa tersebut, spinal cord atau cikal bakal saraf janin telah terbentuk dan jantung sudah berdetak. Oleh karena itu, strategi pencegahan seperti pemberian asam folat untuk mencegah defek tabung saraf sudah tidak lagi efektif pada masa tersebut. Kondisi kedua yang mendasari pentingnya konseling tersebut adalah fakta bahwa sekitar setengah dari angka kehamilan yang terjadi ternyata tidak direncakanan. Sementara itu, wanita dengan kehamilan yang tidak direncakanan kemungkinan single (hamil kecelakaan),  tingkat pendidikan yang kurang baik, perekonomian yang tidak siap, hingga pengguna rokok, alkohol bahkan obat-obatan yang kurang baik untuk janin serta tidak mengkonsumsi suplemen asam folat.

Diabetes Mellitus, Cegah Ancamannya pada Kehamilan

Kondisi medis kronis yang mendapatkan perhatian khusus selama masa konseling kehamilan adalah diabetes mellitus. Resiko-resiko akibat diabetes tidak hanya dapat menimpa ibu saja melainkan juga janin. Padahal komplikasi-komplikasi tersebut sebenarnya dapat dicegah jika kontrol terhadap gula darah dioptimalkan sebelum konsepsi. Tipe diabetes, seberapa lama terjadi diabetes, hingga kemungkinan adanya komplikasi diabetes yang terjadi secara sistemik perlu diketahui. Salah satu pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar HbA1c, kreatinin, protein urin, dan tes fungsi tiroid.

HbA1c merupakan suatu penanda yang digunakan untuk mengetahui pola kadar gula darah. Hal ini berbeda dengan pemeriksaan gula darah biasa yang hanya mengukur kadar gula darah pada saat itu saja. Dengan HbA1c dapat diketahui kemungkinan fluktuasi kadar gula darah sebelumnya sehingga lebih akurat dalam menegakan diagnosis diabetes mellitus serta tingkat keparahannya.  Wanita yang melakukan konseling prekonsepsi ternyata  memiliki kecenderungan untuk memiliki kadar HbA1c selama kehamilan yang lebih rendah dibanding yang tidak, serta mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok. Tentunya karena terjadi perbaikan pengetahuan yang akan menimbulkan kesadaran untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang kurang sehat. Juga, karena adanya program-program pengontrolan gula darah yang dilaksanakan dengan baik. Wanita yang melakukan konseling ternyata juga memiliki insiden janin makrosomia yang lebih rendah dibanding yang tidak (25% dibandingkan dengan 40%).

Tujuan dari konseling pada pasien diabetes adalah untuk berbagi pengetahuan mengenai resiko dan pencegahan abnormalitas kongenital, komplikasi diabetes terhadap ibu dan bayi, efek kehamilan pada komplikasi diabetes maternal. Pasien sebaiknya tetap menggunakan kontrasepsi efektif hingga kondisi gula darah terkontrol dengan baik. Target kadar plasma gula darah adalah sekitar 80-110 mg/dL serta glukosa plasma kapiler 2 jam setelah makan adalah kurang dari 155 mg/dL. Sementara itu, pemantauan HbA1c dilakukan setiap 2 bulan.

Epilepsi, Pembawa Resiko Kecacatan Bayi

Kondisi lain yang perlu perhatian khusus pada konseling adalah epilepsi atau ayan. Wanita dengan epilepsi memiliki resiko 2-3 kali lebih besar untuk memiliki bayi  dengan anomali struktural atau kecacatan pada tubuh bayi. Menurut berbagai penelitian, resiko tersebut dapat muncul terutama terkait dengan pengobatan epilepsi yang memang regimennya tidak baik untuk janin atau teratogenik. Asam valproat merupakan obat anti epilepsi yang diketahui paling tinggi dalam menyebabkan malformasi kongenital mayor, yang angkanya mencapai 8,6-16,7%. Obat lain yang juga dicurigai menyebabkan kondisi tersebut adalah lamotrigine, karbamazepine, phenobarbital, dan fenitoin. Obat anti epilepsi lain yang tidak terdefinisikan juga memiliki resiko yang cukup besar, yang mana angkanya sekitar 7,9%.

Obat anti kejang yang dikonsumsi setiap hari sebaiknya dihentikan, terutama jika pasien sudah bebas kejang 2-5 tahun, memiliki tipe kejang tunggal, tidak ada kelainan neurologis dan kecerdasan pada pemeriksaan, serta adanya gambaran elektoensefalogram yang ternormalisasi dengan pengobatan. Selain itu, disarankan penderita yang ingin hamil juga mengkonsumsi suplemen asam folat.

Defek Tabung Saraf, Cegah dengan Asam Folat

Angka kejadian dari defek tabung saraf (neural tube defect-NTDs), jika dinilai pula dengan dampak yang terjadi, relatif cukup tinggi, yaitu mencapai 1 hingga 2 dari 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut menunjukan bahwa defek tabung saraf menjadi yang tertinggi kedua setelah anomali jantung. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya kelainan akibat mutasi genetik. Namun, dipercaya bahwa suplementasi asam folat sejak sebelum kehamilan dapat memberikan manfaat. Meskipun peranannya saat ini masih dalam penelitian lebih lanjut, wanita yang memiliki kadar vitamin B12 yang rendah, sebagaimana asam folat, saat sebelum hamil, memiliki resiko lebih tinggi untuk memiliki janin dengan defek tabung saraf.

Phenylketonuria (PKU), Penyakit Metabolisme Berdampak Kelainan Saraf dan Jantung

PKU merupakan kelainan metabolisme fenilalanin yang diturunkan atau diwariskan. Namun, janin dapat terbebas dari resiko untuk tidak mewarisi kelainan tersebut. Hanya saja, wanita dengan PKU ternyata dapat menyebabkan kelainan pada janinnya karena kondisi penyakitnya tersebut. Jika diet dari si ibu tidak diatur dengan baik, kadar fenilalaninnya dalam darah akan tinggi. Asam amino yang berlebih ini dapat melewati plasenta  dan menyebabkan kerusakan pada janin yang sedang berkembang terutama kerusakan saraf dan jantung (organ paling utama dari suatu individu). Jika kadar fenilalanin dalam darah mencapai >1200 uMol/L, retardasi mental merupakan komplikasi tertinggi yang angkanya mencapai 92%. Komplikasi lain yang dapat muncul di antaranya adalah mikrosefali (73%), intrauterine growth restriction (pertumbuhan janin terganggu-PJT, 40%),  aborsi spontan (24%), dan penyakit jantung kongenital (12%). Diharapkan dengan adanya konseling prekonsepsi, si ibu dapat dipersiapkan pengaturan dietnya supaya kadar fenilalanin tersebut dapat terkontrol. Pada berbagai penelitian, wanita dengan diet yang terkontrol, memiliki insiden yang lebih rendah akan komplikasi-komplikasi tersebut.

Sebelum melakukan konseling kehamilan, seorang calon ibu hamil sebaiknya mempersiapkan informasi yang jujur dan akurat. Beberapa informasi yang diperlukan untuk melakukan perencanaan kehamilan yang baik antara lain adalah riwayat pribadi dan keluarga, riwayat medis, penyakit genetik, riwayat reproduksi atau kehamilan, usia ibu dan suami, diet atau pola makan, riwayat penggunaan obat (baik yang diresepkan oleh dokter maupun yang digunakan secara mandiri), riwayat merokok, pajanan lingkungan, olahraga dan imunisasi. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan skrinning yang diperlukan sesuai dengan informasi-informasi di atas atau jika ditemukan kecurigaan akan suatu penyakit tertentu.

Kondisi lain yang perlu diperhatikan serta sudah diteliti manfaatnya jika melakukan konseling prekonsepsi atau sebelum kehamilan adalah thalassemia dan penyakit tay-sachs.

Referensi dan Bacaan Lebih Lanjut:

Cunningham, et al. Williams Obstetrics: Preconceptional Counseling. 23rd ed. Amerika Serikat: McGraw-Hill; 2010. P. 223-37.

Medicinesia

Sebuah website yang didedikasikan untuk mahasiswa kedokteran maupun ilmu kesehatannya lainnya di Indonesia.