Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan
Artikel ini sudah dibaca 49867 kali!
Dampak penyakit jantung bawaan terhadap angka kematian bayi dan anak cukup tinggi sehingga dibutuhkan tata laksana PJB yang cepat, tepat dan spesifik. Sebelum era intervensi non-bedah berkembang, semua jenis PJB ditata laksana dengan tindakan bedah/operasi. Dengan berkembangnya teknologi melalui teknik kateterisasi dan intervensi, sebagian dari PJB dapat ditata laksana tanpa operasi. Kelebihan tindakan intervensi non-bedah dibandingkan dengan bedah adalah pasien terbebas dari komplikasi operasi, penggunaan mesin jantung-paru, waktu penyembuhan lebih cepat, lamanya masa perawatan di rumah sakit menjadi singkat, dan tidak ada jaringan parut bekas operasi di dada. Penggunaan mesin jantung paru terbuka berisiko menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak di kemudian hari.
Prosedur kardiologi intervensi non bedah dapat berupa dilatasi untuk membuka atau melebarkan katup atau pembuluh darah, oklusi untuk menutup lubang atau pembuluh darah serta kardiologi intervensi pediatrik pada penyakit jantung bawaan kompleks. (1)
Berdasarkan kelainan anatomis, PJB secara garis besar dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (2)
1. Penyempitan atau bahkan pembuntuan bagian tertentu jantung
a. Stenosis katup pulmonalPada kondisi ini, jantung tidak dapat memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh dan sesuai jumlah darah yang kembali ke jantung, sehingga terjadilah bendungan sistemik. Tindakan yang dilakukan antara lain adalah pelebaran katup pulmonalis dengan kateter balon (ballon pulmonary valvuloplasty) melalui kateterisasi.
b. Stenosis katup aorta
Terjadi kelebihan beban tekanan pada ventrikel kiri, yang mengakibatkan gagal jantung kiri. Penanganannya juga menggunakan kateter balon (ballon aortic valvuloplasty) melalui kateterisasi.
c. Atresia katup pulmonal
Pada kasus ini, katup pulmonal sama sekali buntu sehingga tidak ada aliran darah ke paru. Pasien biasanya dapat bertahan hidup jika duktus arteriosus tetap terbuka. Oleh karena itu, diberikan prostaglandin E-1 untu menjaga duktus arteriosus tetap terbuka setelah kelahiran. Namun, obat ini bersifat sementara dan harus segera diikuti tindakan selanjutnya membuka katup pulmonal baik secara bedah maupun non-bedah dengan membuat lubang (perforasi) pada katup dilanjutkan pelebaran lubang dengan kateter balon. Sedangkan atresia katup pulmonal dengan DSV harus dilanjutkan dengan tindakan bedah dengan memasang saluran antara arteri subklavia dan arteri pulmonalis kanan atau kiri (prosedur Ballock-Tausig shunt) atau mempertahankan DAP tetap terbuka dengan memasang stent di DAP.
d. Koarktasio Aorta
Pada kasus ini, pembuluh darah aorta mengalami penyempitan. Untuk mengatasi komplikasi yang mungkin muncul, duktus arteriosus dipertahankan terbuka dengan pemberian prostaglandin E-1 untuk selanjutnya dilakukan pelebaran aorta.
2. Ada lubang pada sekat pembatas antara kedua serambi atau bilik jantung (septum).
Pada kasus tersebut dapat terjadi pirau dari satu sisi ke sisi lainnya. Beban volume yang berlebihan dapat menimbulkan gagal jantung kiri maupun kanan. Oleh karena itu, pengobatan yang dilakukan berguna untuk mengurangi beban volume pada jantung seperti obat diuretik, dan obat vasodilator.
- Defek septum atrium: ditutup dengan alat penyumbat Amplatzer septal occluder (ASO)
- Defek septum ventrikel: defek perimembran dan muskular dapat ditutup dengan amplatzer membranous/muscular VSD occluder (AVO) melalui kateter dari pembuluh darah vena di lipat paha. Namun, pada jenis subarterial doubly commited (SADC) tetap diperlukan pembedahan.
- Duktus arterious persisten: utamanya, DAP ditutup dengan tindakan non bedah amplatzer duct occluder. Bila DAP terlalu besar atau bayi kecil dengan erat<6kg, tindakan bedah masih pilihan utama. Untuk bayi prematur, dapat dirangsang penutupannya dengan pemberian antiprostaglandin berupa indometasin atau ibuprofen.
3. Pembuluh aorta keluar dari bilik kanan dan pembuluh darah pulmonal keluar dari bilik kiri (Transposis arteri besar)Pada kasus ini, diperlukan percampuran darah antara jantung kiri dan kanan yang dapat diperoleh dari DAP, DSA atau DSV. Jika tidak disertai dengan DSV, pemberian prostaglandin E-1 penting untuk menjaga DAP. Namun, sifatnya sementara dan harus segera diikuti dengan tindakan pembuatan lubang sekat serambi secara non bedah dengan balon. Tindakan tersebut disebut ballon atrial septostomy (BAS).
Selain kelainan anatomi, PJB juga menyangkut kelainan pada sistem konduksi jantung. Pacu jantung yang lemah atau adanya blok pada sistem konduksi jantung, berakibat denyut nadi pelan sehingga kebutuhan sirkulasi tubuh tidak tercukupi. Pada kasus ini diperlukan pemasangan alat pacu jantung permanen tanpa bedah dengan menanam batere di bawah kulit di bahu kiri atau kanan dan memasukan elektroda ke dalam serambi atau bilik jantung kanan melalui vena subklavia kiri atau kanan. Pada bayi, diperlukan tindakan pembedahan dengan menempelkan elektroda epikardial di permukaan jantung dan menanam baterenya di bawah kulit di daerah subsifoid.
Defek Septum Atrium(3)
Defek septum atrium merupakan keadaan di mana terjadi defek pada bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan. Penatalaksanaan pada penderita yang sudah dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur, ukuran dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri pulmonal serta resistensi vaskular paru.
Defek septum atrium yang signifikan dapat mengakibatkan volume overload pada jantung kanan sehingga terjadi gagal jantung kanan. Pada usia dewasa, DSA besar merupakan faktor presdisposis terjadinya gagal jantung dan aritmia.(1) Selain itu, ukuran DSA cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan massa tubuh. Oleh karena itu, idealnya, penutupan dilakukan sebelum usia sekolah. Adapula yang menyatakan bahwa jika memungkinkan, anak ditunggu sampai 5 tahun atau memiliki berat badan lebih dari 20 kg.
Indikasi penutupan DSA adalah:
- Pembesaran jantung pada foto toraks, dilatasi ventrikel, kanan, kenaikan tekanan arteri pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan. (4)Prognosis penutupan DSA lebih baik dibandingkan dengan pengobatan medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya aritmia atrial, terutama jika memang sebelumnya sudah pernah terjadi gangguan irama. Pada kelompok ini diperlukan ablasi perkutan atau ablasi operatif pada saat penutupan DSA.
- Adanya riwayat iskemik transcient atau stroke pada DSA atau foramen ovale persisten. (3)
Operasi merupakan kontraindikasi jika terjadi kenaikan resistensi vaskular paru 7-8 unit, atau ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa keluhan dan pembesaran jantung kanan. Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari 40 mm, atau tipe DSA selain tipe sekundum. Untuk DSA sekundum dengan ukuran defek lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan kateter menggunakan amplatzer septal occluder. Masih dibutuhkan evaluasi jangka panjang untuk menentukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO antara lain:
- DSA sekundum
- Diameter kurang atau sama dengan 34mm
- Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan.
- Mempunyai rim posterior minimal 5mm dari vena pulmonalis kanan
- Defek tunggal tanpa kelainan jantung yang membutuhkan intervensi bedah
- Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
- Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru kurang dari 7-8 wood unit (normalnya 0.25-2.6 mmHg∙min/l)
- Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (ejection fraction) harus lebih dari 30%.
Intervensi non-bedah ada DSA menunjukan hasil yang baik serta dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34 mm. Sesudah dilakuan penutupan DSA, pemantauan sangat penting dilakukan. Pada orang yang sudah dewasa atau umur lebih lanjut, perlu evaluasi periodik, terutama jika saat operasi telah ada kenaikan tekanan arteri pulmonal gangguan irama, atau disfungsi ventrikel. Namun, pada anak-anak umumnya tidak bermasalah, dan tidak memerlukan pemantauan. Profilaksis untuk endokarditis diperlukan pada DSA primum, regurgitasi katup, juga dianjurkan pemakaian antibiotik selama 6 bulan pada kelompok yang menjalani penutupan perkutan.
Beberapa alat yang digunakan pada intervensi non bedah, di antaranya adalah
- Amplatzer septal occluder
- Atrial septal defect occlusion (ASDOS)
- Button device
- Guardian angel//angel wings
- Helex septal occluder
- Starflex/Bard clamshell/cardioseal
- Transcathether patch closure
Menurut penelitian oleh Massimo Chessa et al. tahun 1996-2001 menemukan insiden komplikasi sebanyak 8.6%. Malposisi/embolisasi merupakan komplikasi tersering ditemukan (3,5%). Selanjutnya adalah kejadian aritmia (2,6%). Komplikasi lain adalah pembentukan trombus di diskus atrium kiri setelah prosedur dilakukan. Maka, diberikan anti-agregasi trombosit oral 1 hari sebelum prosedur dilakukan. Komplikasi lain seperti diseksi vena iliaka kanan, hematoma pada lipat paha, perdarahan retrofaring berkaitan dengan kesalahan manajemen selama prosedur.(1)
Defek Septum Ventrikel
Defek septum ventrikel merupakan kelainan jantung berupa adanya sekat antar ventrikel pada berbagai lokasi.
Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kelainan vaskular paru permanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel kiri serta mencegah kejadian endokarditis infektif. Defek kecil biasanya disertai dengan thrill pada garis sternal kiri sela iga keempat. Bising bersifat holosistolik, tetapi dapat juga pendek.
Defek septum ventrikel dapat menutup seiring dengan bertambahnya usia, kecuali defek sub aortik, sub pulmonik, atau defek kanal. Penutupan 25-40% terjadi pada usia 2 tahun, 90% pada saat umur 10 tahun.(3) Meskipun begitu, defek yang lebh besar biasanya menyebabkan gagal jantung kiri dan hipertensi pulmonalis.
Alat yang digunakan pada penutupan defek septum ventrikel diantaranya adalah Rashkind double umbrella, the bard clamshell, the button device, the amplatzer septal occluder, amplatzer duct occluder atau Gianturco coils.
Pada pasien yang tidak dioperasi, prognosis baik jika terjadi penutupan spontan DSV, demikian juga pada DSV yang kecil dan asimptomatik. Pada pasien yang dioperasi tanpa hipertensi pulmonal mempunyai angka kekerapan hidup yang normal. (3)
Untuk pengobatan medikamentosa, DSV yang kecil dan tanpa gejala tidak perlu diberikan terapi. Pada kejadian gagal jantung, dapat diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptopril 0,5-1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan preparat besi. Selanjutnya, karena beresiko endokarditis, sangat disarankan untuk menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap infeksi endokarditis. Penutupan DSV dapat dikerjakan dengan intervensi non-bedah menggunakan Amplatzer VSD occluder atau dengan tindakan bedah.
Indikasi dan waktu penutupan DSV adalah sebagai berikut.
- Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami gagal jantung serta retardasi pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa dialkukan operasi secepatnya sebelum terjadi penyakit vaskular paru.
- Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi pulmonalis harus dilakukan kateterisasi untuk menilai tingginya resistensi vaskular paru dan responnya terhadap pemberian oksigen 100%. Penutupan DSV secara bedah ataupun non-bedah dilakukan apabila resistensi vaskular paru di bawah 7 wood unit
Duktus Arteriosus Persisten
Merupakan kondisi saat vaskular yang menghubungkan arteri pulmonal dan aorta pada fase fetal, tetap paten sampai lahir. Semestinya pembuluh darah tersebut akan menutup secara spontan dalam waktu 24 jam sampai 7 hari setelah lahir. Penutupan tersebut melibatkan penurunan kadar prostaglandin dan peningkatan kadar oksigen dalam darah sesaat setelah lahir serta dilanjutkan invilusi tunika intima dan pelipatan tunika media duktus.
Penutupan DAP dianjurkan dengan alasan hemodinamik, mencegah endokarditis, dan mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Intervensi dengan kateter merupakan pilihan pada penutupan DAP, terutama jika terjadi kalsifikasi pada duktus karena akan meningkatkan resiko pada operasi. Operasi dianjurkan pada DAP yang besar atau terdapat distorsi seperti aneurisma. (3) Pada DAP yang besar, dengan hipertensi pulmonal yang sudah lanjut sehingga terjadi pirau dari kanan ke kiri dan sudah terjadi penyakit vaskular paru, maka DAP tidak dianjurkan ditutup.(1)
Pada bayi prematur, 10-70% biasanya menderita DAP akibat kadar prostaglandin yang masih tinggi dalam darah. Oleh karena itu, umumnya DAP pada bayi prematur dapat diberik terapi awal dengan obat anti-prostaglandin, namun jika gagal dan bayi dalam keadaan gagal jantung yang sulit diatasi dengan obat anti-gagal jantung, perlu tindakan bedah ligasi DAP. Obat yang merangsang penutupan DAP di antaranya adalah indometasin ataupun ibuprofen.(1)
Dosis indometasin pada neonatus prematur dapat dimulai dari dosis 0.2 mg/kgBB pada hari pertama, selanjutnya 0.1 mg/kg mulai hari kedua sampai hari ke-7. Dosis ibuprofen adalah 10mg/kg pada hari pertama selanjutnya 5 mg/kg pada hari ke-2 dan ke-3. Efek optimal bila pemberian dilakukan sebelum usia 10 hari.
DAP sedang dan besar disertai gagal jantung, diberi diuretik, kalau perlu ditambah dengan digitalis atau inotropik yang sesuai. Pada neonatus atau bayi kurang dari 6 kg, bila gagal jantung tidak teratasi dengan medikamentosa, dianjurkan operasi ligasi. Jika lebih dari 6 kg atau pada anak serta dewasa, DAP dapat ditutup dengan memasang alat transkateter.
Sebelum intervensi non bedah berkembang, DAP yang tidak berespon pada terapi medikamentosa ditangani dengan mengikat duktus tersebut melalui sayatan di punggung kiri tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru. Sekarang, DAP dapat ditutup tanpa operasi melalui alat yang dimasukan melalui kateter dari vena femoralis. (5)
Koarktasio Aorta
Merupakan stenosis atau penyempitan lokal dan segmen hipoplastik yang panjang.
Tindakan operatif, dengan tujuan menghilangkan stenosis dan regangan pada dinding aorta, serta mempertahankan patensi dari aorta. Reparasi segera sesudah diagnosis pada usia muda mempunyai resiko lebih kecil dibanding usia lebih lanjut. Sesudah 30-40 tahun, mortalitas intra operatif tinggi akibat adanya proses degenerasi pada dinding aorta.
Tindakan intervensi berupa angioplasti dengan atau tanpa implantasi stent merupakan pengobatan alternatif baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada kondisi rekoarktasio, disepakati bahwa pilihan lebih kepada tindakan angioplasti baik dengan maupun tanpa stent. (3)
Tetralogi of Fallot
Malformasi yang terjadi pada kelainan ini meliputi stenosis katup pulmonal, defek septum ventrikel, deviasi katup aorta ke kanan sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan. Operasi reparasi biasanya dilakukan pada masa anak-anak. Namun, dapat pula ditemukan TF pada dewasa tanpa tindakan operatif sebelumnya. Bila ditemukan pada dewasa, operasi masih dianjurkan karena hasilnya bila dibandingkan dengan operasi pada masa anak-anak sama baiknya.
Operasi yang dilakukan berupa penutupan DSV dan menghilangkan obstruksi pulmonal. Upaya menghilangkan obstruksi tersebut dapat dilakukan melalui valvulotomi pulmonal, reseksi otot infundibulum pada muara pulmonal, implantasi katup pulmonal baik homograft atau bioprotese katup babi, atau operasi pintas ekstra kardiak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dan dapat pula dilakukan angioplasti pada arteri pulmonalis sentral.
Terapi medikamentosa mencakup pemberian antibiotik untuk mencegah endokarditis, beta-blocker untuk menurunkan frekuensi denyut jantung sehingga menghindari terjadinya spell, dan bila perlu dapat dilakukan flebotomi. (3)
Walaupun perawatan definitif tetralogy of fallot adalah pembedahan, medikamoentosa berperan penting sebelum pembedahan serta setelah operasi. Pada bayi yang mengalami sianosis berat saat lahir, pemberian prostaglandin perlu dilakukan untuk menjaga duktus arterious tetap terbuka. Serangan hipoksia pada infant dapat ditangani secara awal dengan menempatkan bayi pada knee-chest position serta memberikan oksigen konsentrasi tinggi serta morfin sulfat. Jika asidosis tetap ada, dapat diberikan sodium bikarbonat intravena serta agonis alfa-adrenergik. Propanolol berguna dalam mencegah serangan hipoksia tersebut. (6)
disusun oleh Johny Bayu Fitantra
Daftar Pustaka
1 Djer MM. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah. Health Technology Assesment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
2 Heartkids Victoria Incorporated, Family Support Group. Frequently Asked Questions. Departemen of Cardiology, Royal Children’s Hospital Website, Melbourne, 2000.
3 Sudoyo dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Kardiologi: Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa. 5thed, jilid II. Jakarta: Internal Publishing; 2010. P. 1779-89.
4 Futhuri SH. Majalah Farmacia. Atrial Septal Occluder (ASO): terapi intervensi non bedah ASD. Vol.8 No.4, November 2008
5 O’Donnell C, Neutze JM, Skinner JR, Wilson NJ. Transcatheter Patent Ductus Arteriosus Occlusion: Evolution of Techniques and Results from the 1990s. J Pediatr Child Health 2001; 37:451-6.
6 Fuster dkk. Hurst’s The Heart: Congenital Heart Diasease. 12thed. USA: McGraw-Hill; 2008.