Kelainan Kongenital yang Diturunkan

Kelainan congenital, malformasi congenital, anomali congenital, atau cacat lahir merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan kelainan struktural, perilaku faal, dan kelainan metabolik yang terdapat pada waktu lahir. Cacat-cacat struktural congenital yang besar terjadi pada 2-3 % bayi yang lahir hidup, dan 2-3 % lainnya dikenali pada anak-anak umur 5 tahun. Cacat lahir merupakan penyebab besar kematian bayi yaitu kira-kira 21 % dari semua kematian bayi. Pada 40-60 % dari semua cacat lahir, penyebabnya tidak diketahui. Faktor genetik seperti kelainan kromosom dan gen-gen mutan menerangkan sekitar 15 %, faktor lingkungan menghasilkan kira-kira 10 %, gabungan pengaruh genetik dan lingkungan (keturunan multifaktorial) menghasilkan 20-25 %, dan kehamilan kembar menyebabkan 0,5 – 1 %.1

Beberapa jenis anomali :
1. Malformasi mencerminkan kesalahan primer morfogenesis (organogenesis) atau terdapat proses perkembangan yang secara intrinsik abnormal. Cacat ini bisa menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh struktur atau konfigurasi normal. Malformasi disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau genetik, biasanya bersifat multifaktor.1,2

2. Disrupsi (gangguan) terjadi akibat perubahan morfologi struktur suatu organ atau bagian tubuh yang sebelumnya berkembang normal. Disrupsi timbul karena gangguan ekstrinsik pada morfogenesis.1,2 Berbagai agen lingkungan, seperti infeksi virus, obat, dan radiasi yang terus menerus mengenai ibu (terpajan) dapat menyebabkan disrupsi. Gangguan tidak diwariskan sehingga tidak disertai risiko penurunan pada kehamilan berikutnya.2

3. Deformasi, seperti disrupsi, juga merupakan gangguan ekstrinsik pada perkembangan. Yang mendasar pada patogenesis deformasi adalah penekanan lokal atau umum terhadap janin yang sedang tumbuh oleh gaya biomekanis abnormal sehingga akhirnya terjadi beragam kelainan struktural. Deformasi sering mengenai sistem kerangka-otot dan bisa pulih kembali setelah lahir.1,2

4. Sekuensi mengacu pada anomali congenital multipel yang terjadi akibat efek sekunder dari kesalahan tunggal suatu lokasi pada organogenesis. Kejadian pemicu mungkin berupa malformasi, disrupsi, atau deformasi.2

5. Sindrom malformasi menunjukkan adanya beberapa cacat yang tidak dijelaskan oleh satu kesalahan lokal pemicu pada morfogenesis. Sindrom ini paling sering disebabkan oleh satu faktor penyebab, misalnya infeksi virus atau kelainan kromosom tertentu yang secara simultan memengaruhi jaringan.2

Penyebab kesalahan malformasi pada manusia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yakni genetik dan lingkungan. Namun, hampir separuh kasus tidak diketahui penyebabnya. Penyebab genetik pada malformasi mencakup semua mekanisme penyakit genetic. Pada dasarnya hampir semua sindrom kromosom berkaitan dengan malformasi congenital, contohnya meliputi sindrom Down dan trisomi lain, sindrom Turner, dan sindrom Klinefelter. Sebagian besar gangguan kromosom muncul selama gametogenesis sehingga tidak bersifat familial.2

Pewarisan multifaktor yang menandakan interaksi faktor lingkungan dan genetik (dua atau lebih gen yang efeknya kecil) merupakan penyebab genetik tersering malformasi congenital. Diperkirakan terdapat suatu efek ambang sehingga suatu penyakit akan bermanifestasi hanya apabila melibatkan sejumlah gen efektor tertentu dan pengaruh lingkungan yang tepat. Efek ambang juga menjelaskan mengapa orang tua dari seorang anak dengan gangguan poligenetik mungkin normal. Apabila nilai ambang terlampaui, keparahan penyakit akan berbanding lurus dengan jumlah dan derajat gen patologik.2

Gambaran berikut menandakan pewarisan multifaktor dan telah dipastikan untuk pewarisan malformasi congenital :
• Risiko mengalami gangguan multifaktor ditentukan oleh jumlah gen mutan yang diwarisi
• Angka rekurensi gangguan sama untuk semua anggota keluarga derajat satu (orang tua, saudara kandung, dan keturunan) dari penderita yakni 2 – 7 %
• Kemungkinan pada kembar identik (monozigotik) untuk terkena lebih besar daripada kembar nonidentik (dizigotik). Frekuensi kesesuaian untuk kembar identik terletak pada 20 – 40 %
• Risiko rekurensi kelainan fenotip pada kehamilan berikutnya bergantung pada hasil akhir kehamilan sebelumnya. Apabila salah seorang anak terkena, terdapat kemungkinan sampai 7 % anak berikutnya akan terkena, tetapi setelah dua anak terkena, risiko meningkat menjadi 9 % 2

Contoh :
Holoprosensefalus merupakan kegagalan pembelahan prosensefalon dengan cacat perkembangan wajah di garis tengah. Pada kasus berat terjadi cyclopia (bermata satu). Pada bentuk yang disebabkan oleh trisomi 13, terdapat tanda khas yaitu kedua telinga terletak rendah, labiopalatoskisis bilateral, mikrosefali, anomali okular, hipotelorisme, retardasi mental, tuli, kejang, dan defek septum ventrikel 3. Penyebab holoprosensefalus sangat beragam. Hampir semua kasus sporadis, disebabkan oleh faktor lingkungan, mekanik, dan genetik. Jika disebabkan oleh kelainan genetik, risiko rekurensi sekitar 1 %. Jika kedua orang tuanya adalah karier dengan translokasi seimbang, risiko rekurensi akan lebih tinggi. Kasus holoprosensefalus yang menyebar dan tidak ada kelainan kromosom, mempunyai risiko rekurensi 6 %.4

Disusun oleh Lyriestrata Anisa

DAFTAR PUSTAKA
1 Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta : EGC; 2000. p. 122-4;
2 Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta : EGC; 2004.p. 269-72
3 Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2000. p.1017
4 Cuillier F et.al. Alobar holoprosencephaly and frontal cephalocele. http://www.sonoworld.com/Client/Fetus/page.php?id=1684. Diakses pada 24 Februari 2010

Medicinesia

Sebuah website yang didedikasikan untuk mahasiswa kedokteran maupun ilmu kesehatannya lainnya di Indonesia.